Sigit Hani Hadiyanto Tetap
Berkarya
10/04/2006 14:38
Sigit menderita luka bakar sekitar 27 persen di bagian wajah, leher, dan kedua lengan. Ia sempat menjalani perawatan di Rumah Sakit Gleneagles, Tangerang, Banten, selama 15 bulan. Selama itu pula, Sigit sudah 21 kali dioperasi.
Pembentukan pribadi yang tangguh tersebut tak lepas dari dukungan keluarga Sigit. Mereka terus memompa kembali semangat putra sulung dari tiga bersaudara ini. Belum lagi adanya Menuk, istri Sigit, yang setia mendampinginya dua tahun usai kecelakaan. Atau tepatnya ketika keduanya mulai menikah pada 2005. "Keluarga saya sempat menentang. Namun karena kegigihan Sigit, sikap mereka mulai berubah dan menerima Sigit," ujar Menuk.
Saat dijumpai SCTV di kediaman Sigit, baru-baru ini, mereka terlihat sedang sarapan pagi. Tak lama berselang, ibu Menuk datang membawa seorang cucunya. Rasa kekeluargaan ini yang membuat hidup Sigit semakin berwarna.
Tak ingin berlama-lama, Sigit bergegas ke teras rumah. Ia bersiap memakai sepatu untuk berangkat kerja. Pria berusia 31 tahun ini harus berada di Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) di Curug, Tangerang, sekitar pukul 08.00 WIB. Di sana pula Sigit menamatkan pendidikan sebagai angkatan ke-52 pada Maret 1996.
Setelah mengantongi izin terbang, Sigit meneruskan sekolahnya untuk dapat menjadi seorang instruktur terbang bagi calon-calon pilot. Hasilnya, enam bulan belajar ia pun akhirnya lulus. Namun, belum genap setahun menjadi instruktur, impian menjadi pilot profesional itu pupus akibat kecelakaan tersebut.
Kendati tak lagi menjadi instruktur terbang, setidaknya tiga kali dalam setiap pekan, Sigit mengajar materi tentang penerbangan kepada para kandidat pilot. Selain menjadi pengajar, ia juga berprofesi sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Sejak 2001, Sigit terdaftar sebagai staf Direktorat Sertifikasi Kelaikan Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
Prestasi Sigit yang sangat bagus diakui Kepala Sub Direktorat Operasi Pesawat Udara Adhy Gunawan. "Dia sangat ulet di lapangan. sangat terampil," imbuh Adhy. Ia juga menyayangkan Sigit yang kini tak lagi bisa menjadi pilot. "Sayang, dia tidak mendapat izin dari bagian kesehatan lisensi terbang," tambah pria separuh baya itu.
Musibah tersebut membawa hikmah bagi Sigit. Kendati tak lagi membawa terbang penumpang, dunia penerbangan yang dicintai Sigit tetap dekat. Saat ini ia juga gemar memainkan alat musik yang ditekuni sejak masih remaja, yakni drum.
Adanya perbedaan bentuk fisik masing-masing individu, menjadikan mereka, termasuk Sigit, mempunyai banyak keistimewaan. Di antaranya mata hati yang selalu terbuka untuk menerima dan menjalani segala perbedaan itu.(AIS/Cindy Agustina dan Kurnia Supriyatna)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar